ALI BIN ABU THALIB DAN PERANG UNTA
Ali Rodhiyallahu ‘anhu dibaiat sbg khalifah pd pertengahan bulan Dzulhijah thn 33 Hijriah. Ada sejumlah sahabat yg membaiat nya yaitu Sa'ad bin Abi Waqqash, Usamah bin Zaid, Mughirah bin Syu'bah, Nu'man bin Basyir, dan Hasan bin Tsabit Hari-hari khilafahnya merupakan mata rantai fitnah, peperangan, dan pemberontakan. Diawali dgn perang unta kmudian Perang Shiffin, berbagai pertentangan antara jumhur Muslimin dan Muawiyah, dan berakhir dgn membunuh Ali Rodhiyallahu ‘anhu
MENUNTUT PEMBELAAN UNTUK UTSMAN DAN PERANG UNTA
Tidak diragukan lagi bahwa pembunuhan Utsman dilakukan oleh kaum pemberontak yang didalangi Yahudi. Wajar jika para pembunuh itu harus menanggung segala akibat tindakan kriminal mereka dan tunduk kepada hukum qishash yang syar'i. Seluruh kaum Muslimin terutama Ali Rodhiyallahu 'anhu berusaha melakukan qishash terhadap para pembunuh Utsman. Hanya saja Ali meminta kepada mereka yang terburu-buru agar menunggu sebentar sampai segala urusan beres atau sampai ia dapat mewujudkan apa yang dinilainya sebagai pendahuluan yang bersifat dharuri, menjamin terlaksananya qishash, dan menjauhkan sebab-sebab timbulnya fitnah.
Para ahli sejarah sepakat bahwa Ali membenci kaum pemberontak yang telah membunuh Utsman. Beliau selalu menunggu-nunggu kesempatan untuk bisa menggulung mereka. Ia bahkan sangat berharap dapat melakukan secepat mungkin untuk mengambil hak Allah dari mereka (qishash). Akan tetapi, kenyataannya, masalah tersebut tidak berjalan sebagaimana yang diinginkannya. 364
Singkat peristiwa,Thalhah dan Zubair bersama sejumlah sahabat masing-masing berpendapat agar Ali segera menangkap para pembunuh dan melaksanakan qishash terhadap mereka. Guna menjamin keselamatan pelaksanaannya dan menghindarkan fitnah, mereka menawarkan kepada Ali untuk melakukan tugas tersebut dan meminta agar Ali mendatangkan pasukan dari Bashrah dan Kufah untuk mendukungnya. Akan tetapi, Ali meminta agar mereka menunggu sampai ia menyusun program yang baik untuk melaksanakan hal tersebut. 365
Hal yang terjadi setelah itu ialah bahwa masing-masing dari kedua belah pihak melaksanakan ijtihadnya dalam menggunakan cara yang terbaik untuk menuntut darah Utsman. Akhirnya berkumpullah orang-orang yang berpendapat harus segera melaksanakan qishash, di Bashrah. Di antara mereka terdapat Aisyah Ummul Mu'minin, Thalhah, Zubair, dan sejumlah besar sahabat. Tujuan mereka tidak lain untuk mengingatkan para penduduk Bashrah akan perlunya kerja sama dalam mengepung para pembunuh Utsman dan menuntut darahnya dari mereka.
Saat itu, pasukan dari Ali pun berangkat ke sana guna melakukan ishlah dan menyatukan kalimat. Karena itu, semua pihak berangkat ke tempat tersebut dan tidak ada seorang pun di antara mereka yang mempunyai maksud untuk memulai peperangan atau menyulut api fitnah.
Al-Qa'qa bin Amr sebagai utusan dari pihak Ali Radhiyallahu 'anhu menemui Aisyah
Akhirnya, al-Qa'qa kembali kepada Ali menyampaikan kesepakatan yang telah dicapai dan keinginan orang-orang untuk berdamai. Ali lalu berpidato di hadapan khalayak ramai seraya memuji Allah atas nikmat perdamaian dan kesepakatan yang telah tercapai. Selanjutnya, Ali mengumumkan bahwa besok ia akan segera bertolak. 366
Akan tetapi, apa yang terjadi setelah itu?
Tidak lama setelah Ali mengumumkan terjadinya perdamaian, kesepakatan, dan rencana esok hari, malam itu pula para gembong fitnah pun mengadakan pertemuan. Di antara mereka terdapat al-Asytar an-Nakha'i, Syuraih bin Aufa, Abdullah bin Saba ', Salim bin Tsa'labah, dan Ghulam ibnul Haitsam. Alhamdulillah , tak seorang pun dari kalangan sahabat yang termasuk dalam kelompok mereka, sebagaimana dituturkan oleh Ibnu Katsir. Para gembong fitnah ini membahas bahaya perdamaian dan kesepakatan tersebut bagi mereka. Kesepakatan para sahabat itu merupakan bahaya dan ancaman bagi mereka. Salah seorang di antara mereka mengusulkan, "Jika demikian halnya, kita segera bunuh saja Ali seperti halnya Utsman."
Akan tetapi, Abdullah bin Saba ' mengecam dan menentang pendapat ini seraya berkata kepada mereka, "Sesungguhnya, keberhasilan kalian terletak pada pergaulan kalian dengan masyarakat. Jika kalian bertemu dengan orang-orang, kobarkanlah peperangan dan pertempuran di antara mereka. Janganlah kalian biarkan mereka bersatu. Orang yang ada di sekitar kalian akan enggan melakukan pertempuran demi membela dirinya .... " Setelah menyepakati konspirasi ini, mereka pun berpencar.
Pada hari kedua, Ali berangkat kemudian diikuti oleh Thalhah dan Zubair. Sementara itu, perdamaian dan kesepakatan telah dikukuhkan. Orang-orang pun menikmati malam terbaiknya kecuali para pembunuh Utsman yang gelisah di malam itu.
Sementara itu, Abdullah bin Saba ' dan kawan-kawan telah sepakat untuk mengobarkan peperangan di ujung malam dan menjebak orang-orang ke dalam peperangan tersebut, apa pun yang terjadi.
Orang-orang yang melakukan konspirasi jahat ini bergerak sebelum fajar. Jumlah mereka hampir dua ribu orang. Masing-masing kelompok bergerak mendatangi kerabat mereka lalu melakukan serbuan mendadak dengan pedang-pedang mereka. Setelah itu, masing-masing kelompok bangkit untuk membela kaumnya. Akhirnya, orang-orang bangun dari tidur mereka dengan membawa pedang seraya berkata, " Para penduduk Kufah menyerang kita pada malam hari dan berkhianat kepada kita." Mereka mengira bahwa tindakan tersebut adalah rencana busuk yang dilakukan Ali Rodhiyallahu 'anhu. Setelah mendengar berita ini, Ali berkata, "Apa yang terjadi pada masyarakat?" Orang-orang yang berada di sekitarnya berteriak, "Penduduk Bashrah menyerang kami di malam hari dan berkhianat terhadap kami." Masing-masing kelompok kemudian mengambil pedangnya, memakai baju perang, dan menunggang kuda tanpa mengetahui hakikat yang sebenarnya. Karena itu, wajar bila kemudian secara spontan terjadi peperangan dan pertempuran.
Orang-orang yang berhimpun di sekitar Ali berjumlah 20.000 orang, sedangkan orang-orang yang bergabung dengan Aisyah sekitar 30.000 orang. Sementara itu, para pengikut Ibnu Sauda' (Abdullah bin Saba ') yang terabaikan -semoga Allah memburukkan mereka- tak henti-hentinya melakukan pembunuhan sehingga para penyeru dari pihak Ali yang menyerukan, "Berhentilah, berhentilah," tidak mendapatkan sambutan sama sekali. 367
Di tengah sengit dan berkecamuknya pertempuran itu, bila wajah-wajah yang saling mengenal di bawah naungan keimanan itu berhadapan, mereka saling menahan diri dan menghindar, tak peduli dari kelompok mana pun mereka.
Imam Baihaqi meriwayatkan secara bersambung, ia berkata, "Telah menceritakan kepada kami Abu Bakar Muhammad ibnul Hasan al-Qadhi, ia meriwayatkan dengan sanadnya dari Harb ibnul Aswad Da'uli. Ia berkata, 'Ketika Ali dan kawan-kawannya mendekati Thalhah dan Zubair, dan barisan pun telah saling mendekat, keluarlah Ali seraya menunggang baghal Rasulullah kemudian berseru, 'Panggilkan saya Zubair bin Awwam.' Setelah Zubair dipanggil, datanglah ia sampai tengkuk kedua tunggangannya saling bersentuhan. Ali berkata, 'Wahai Zubair, demi Allah, apakah engkau ingat ketika Rasulullah melewatimu, sedangkan kami berada di tempat ini dan itu? Beliau kemudian bertanya, 'Wahai Zubair, apakah kamu mencintai Ali?' Kamu lalu menjawab, 'Mengapa aku tidak mencintai anak bibiku dan anak pamanku, bahkan seagama denganku?' Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam kemudian bersabda, 'Wahai Zubair, demi Allah, satu saat, engkau pasti akan memeranginya dan menzhaliminya."
Zubair menjawab, 'Demi Allah, aku telah lupa akan peristiwa tersebut semenjak aku mendengarnya dari Rasulullah. Akan tetapi, sekarang baru teringat lagi. Demi Allah, aku tidak akan memerangimu untuk selama-Iamanya.' Zubair kemudian kembali dengan menunggang kendaraannya membelah barisan.'''
Ketika unta Aisyah Radhiyallahu 'anha jatuh ke tanah kemudian sekedupnya dibawa jauh dari medan pertempuran, Ali datang kepadanya seraya mengucapkan salam dan menanyakan keadaannya seraya berkata, "Bagaimana keadaanmu, wahai ibunda?" Aisyah menjawab, "Baik." Ali berkata, "Semoga Allah mengampunimu." Selanjutnya orang-orang dan para sahabat datang seraya mengucapkan salam kepadanya dan menanyakan keselamatannya.